“Aku masa depanmu, bukan dia” teriak ku dalam diam.
Dia masa lalumu yang membuatmu dengan sendirinya datang
kepadaku tanpa aku paksa.
Bagaimana bisa, saat aku membalut lukamu kemudian sembuh, kamu
kembali pada orang yang melukaimu?.
Mengapa kamu tinggalkan yang ingin membahagiakanmu hanya
untuk dia yang selalu menyakitimu? Harusnya aku sadar, saat itu datang, saat
dimana aku sadar bahwa kamu dan aku hanya sementara.
Ikhlas. Iya, aku ikhlas. Ikhlas saat hatiku kuberikan padamu
dan kau isi dengan warna, ikhlas juga saat kamu mengambil kembali warna-warna
itu dari tempatnya semula.
Mungkin aku yang terlalu berharap, berharap kau akan mencoba
melihatku dengan hati. Pernahkah kamu bayangkan seperti apa perasaanku saat aku
tahu bahwa ada orang lain dihatimu dan itu bukan aku?.
Aku terbang terlalu tinggi dengan sayap yang kamu berikan,
dengan sadar aku tau sayap itu kamu kendalikan, dan pada akhirnya memang kamu
mematahkannya tanpa melihat seberapa tingginya aku terbang.
Aku terhempas. Kamu melihatnya? Tidak!. Karena kamu sibuk
dengan dia: masa lalumu.
Aku sakit. Kamu merasakannya? Tidak!. Tidak karena aku tidak
memohon padamu untuk berbalik melihatku lagi.
Kalau saja aku punya kemampuan membaca pikiranmu, mungkin aku
tidak akan bertahan sampai sejauh ini, hanya untuk merelakanmu bersama masa
lalumu lagi. Tapi sayangnya aku tak
punya. Maka, selamat ya, atas “kesembuhanmu” dan masa lalumu.
Oh iya, aku tak sudi kamu bawa ke masa lalumu, karena aku
mantan masa depanmu yang kamu sia-siakan.
Camkan itu!.
Suatu saat nanti kamu akan merasakan apa yang aku rasakan,
dan mungkin kamu juga akan mencicipi sakit yang aku alami, karena karma akan
datang, Sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar